Sabtu, 29 Mei 2010

HAKEKAT PENDIDIKAN JASMANI
Written by Dudi Pamungkas
Thursday, 16 July 2009 22:16 - Last Updated Thursday, 16 July 2009 22:19
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas
fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental,
serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh,
mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik
dan mentalnya.
Pada kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik
perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas berkaitan dengan
hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya: hubungan dari perkembangan
tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap
wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya
unik. Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkepentingan dengan
perkembangan total manusia.
Per definisi, pendidikan jasmani diartikan dengan berbagai ungkapan dan kalimat. Namun
esensinya sama, yang jika disimpulkan bermakna jelas, bahwa pendidikan jasmani
memanfaatkan alat fisik untuk mengembangan keutuhan manusia. Dalam kaitan ini diartikan
bahwa melalui fisik, aspek mental dan emosional pun turut terkembangkan, bahkan dengan
penekanan yang cukup dalam. Berbeda dengan bidang lain, misalnya pendidikan moral, yang
penekanannya benar-benar pada perkembangan moral, tetapi aspek fisik tidak turut
terkembangkan, baik langsung maupun secara tidak langsung.
Karena hasil-hasil kependidikan dari pendidikan jasmani tidak hanya terbatas pada manfaat
penyempurnaan fisik atau tubuh semata, definisi penjas tidak hanya menunjuk pada pengertian
tradisional dari aktivitas fisik. Kita harus melihat istilah pendidikan jasmani pada bidang yang
lebih luas dan lebih abstrak, sebagai satu proses pembentukan kualitas pikiran dan juga tubuh.
Sungguh, pendidikan jasmani ini karenanya harus menyebabkan perbaikan dalam 'pikiran dan
tubuh' yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik
tubuh-jiwa ini termasuk pula penekanan pada ketiga domain kependidikan: psikomotor, kognitif,
dan afektif. Dengan meminjam ungkapan Robert Gensemer, penjas diistilahkan sebagai proses
menciptakan "tubuh yang baik bagi tempat pikiran atau jiwa." Artinya, dalam tubuh yang baik
'diharapkan' pula terdapat jiwa yang sehat, sejalan dengan pepatah Romawi Kuno: Men sana in
corporesano.
1 / 5
Page 2
HAKEKAT PENDIDIKAN JASMANI
Written by Dudi Pamungkas
Thursday, 16 July 2009 22:16 - Last Updated Thursday, 16 July 2009 22:19
Kesatuan Jiwa dan Raga
Salah satu pertanyaan sulit di sepanjang jaman adalah pemisahan antara jiwa dan raga atau
tubuh. Kepercayaan umum menyatakan bahwa jiwa dan raga terpisah, dengan penekanan
berlebihan pada satu sisi tertentu, disebut dualisme, yang mengarah pada penghormatan lebih
pada jiwa, dan menempatkan kegiatan fisik secara lebih inferior.
Pandangan yang berbeda lahir dari filsafat monisme, yaitu suatu kepercayaan yang
memenangkan kesatuan tubuh dan jiwa. Kita bisa melacak pandangan ini dari pandangan
Athena Kuno, dengan konsepnya "jiwa yang baik di dalam raga yang baik." Moto tersebut
sering dipertimbangkan sebagai pernyataan ideal dari tujuan pendidikan jasmani tradisional:
aktivitas fisik mengembangkan seluruh aspek dari tubuh; yaitu jiwa, tubuh, dan spirit. Tepatlah
ungkapan Zeigler bahwa fokus dari bidang pendidikan jasmani adalah aktivitas fisik yang
mengembangkan, bukan semata-mata aktivitas fisik itu sendiri. Selalu terdapat tujuan
pengembangan manusia dalam program pendidikan jasmani.
Akan tetapi, pertanyaan nyata yang harus dikedepankan di sini bukanlah 'apakah kita percaya
terhadap konsep holistik tentang pendidikan jasmani, tetapi, apakah konsep tersebut saat ini
bersifat dominan dalam masyarakat kita atau di antara pengemban tugas penjas sendiri?
Dalam masyarakat sendiri, konsep dan kepercayaan terhadap pandangan dualisme di atas
masih kuat berlaku. Bahkan termasuk juga pada sebagian besar guru penjas sendiri, barangkali
pandangan demikian masih kuat mengakar, entah akibat dari kurangnya pemahaman terhadap
falsafah penjas sendiri, maupun karena kuatnya kepercayaan itu. Yang pasti, masih banyak
guru penjas yang sangat jauh dari menyadari terhadap peranan dan fungsi pendidikan jasmani
di sekolah-sekolah, sehingga proses pembelajaran penjas di sekolahnya masih lebih banyak
ditekankan pada program yang berat sebelah pada aspek fisik semata-mata. Bahkan, dalam
kasus Indonesia, penekanan yang berat itu masih dipandang labih baik, karena ironisnya, justru
program pendidikan jasmani di kita malahan tidak ditekankan ke mana-mana. Itu karena
pandangan yang sudah lebih parah, yang memandang bahwa program penjas dipandang tidak
penting sama sekali.
Nilai-nilai yang dikandung penjas untuk mengembangkan manusia utuh menyeluruh, sungguh
masih jauh dari kesadaran dan pengakuan masyarakat kita. Ini bersumber dan disebabkan oleh
kenyataan pelaksanaan praktik penjas di lapangan. Teramat banyak kasus atau contoh di mana
orang menolak manfaat atau nilai positif dari penjas dengan menunjuk pada kurang bernilai dan
2 / 5
Page 3
HAKEKAT PENDIDIKAN JASMANI
Written by Dudi Pamungkas
Thursday, 16 July 2009 22:16 - Last Updated Thursday, 16 July 2009 22:19
tidak seimbangnya program pendidikan jasmani di lapangan seperti yang dapat mereka lihat.
Perbedaan atau kesenjangan antara apa yang kita percayai dan apa yang kita praktikkan (gap
antara teori dan praktek) adalah sebuah duri dalam bidang pendidikan jasmani kita.
Hubungan Pendidikan Jasmani dengan Bermain dan Olahraga
Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita harus juga mempertimbangkan hubungan
antara bermain (play) dan olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih
sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu
para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara
lebih konseptual.
Bermain pada intinya adalah aktivitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan
bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak
harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun
elemen dari bermain dapat ditemukan di dalam keduanya.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif.
Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang
terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan
tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga
melibatkan aktivitas kompetitif.
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita
mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar
tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan,
misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan
aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas
kesepakatan semua pihak yang terlibat.
Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan
olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi
3 / 5
Page 4
HAKEKAT PENDIDIKAN JASMANI
Written by Dudi Pamungkas
Thursday, 16 July 2009 22:16 - Last Updated Thursday, 16 July 2009 22:19
semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga,
tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif
teramat penting dalam hakikatnya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari bermain maupun dari olahraga,
tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara
keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas
jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam
aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain
dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya
dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan
kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan,
seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga profesional
(di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi
tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan bermain dapat eksis meskipun secara murni
untuk kepentingan kesenangan, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi
keduanya. Kesenangan dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya
dapat dan harus beriringan bersama.
Lalu bagaimana dengan rekreasi dan dansa (dance)?
Para ahli memandang bahwa rekreasi adalah aktivitas untuk mengisi waktu senggang. Akan
tetapi, rekreasi dapat pula memenuhi salah satu definisi "penggunaan berharga dari waktu
luang." Dalam pandangan itu, aktivitas diseleksi oleh individu sebagai fungsi memperbaharui
ulang kondisi fisik dan jiwa, sehingga tidak berarti hanya membuang-buang waktu atau
membunuh waktu. Rekreasi adalah aktivitas yang menyehatkan pada aspek fisik, mental dan
sosial. Jay B. Nash menggambarkan bahwa rekreasi adalah pelengkap dari kerja, dan
karenanya merupakan kebutuhan semua orang.
Dengan demikian, penekanan dari rekreasi adalah dalam nuansa "mencipta kembali"
(re-creation) orang tersebut, upaya revitalisasi tubuh dan jiwa yang terwujud karena 'menjauh'
dari aktivitas rutin dan kondisi yang menekan dalam kehidupan sehari-hari. Landasan
4 / 5
Page 5
HAKEKAT PENDIDIKAN JASMANI
Written by Dudi Pamungkas
Thursday, 16 July 2009 22:16 - Last Updated Thursday, 16 July 2009 22:19
kependidikan dari rekreasi karenanya kini diangkat kembali, sehingga sering diistilahkan
dengan pendidikan rekreasi, yang tujuan utamanya adalah mendidik orang dalam bagaimana
memanfaatkan waktu senggang mereka.
Sedangkan dansa adalah aktivitas gerak ritmis yang biasanya dilakukan dengan iringan musik,
kadang dipandang sebagai sebuah alat ungkap atau ekspresi dari suatu lingkup budaya
tertentu, yang pada perkembangannya digunakan untuk hiburan dan memperoleh kesenangan,
di samping sebagai alat untuk menjalin komunikasi dan pergaulan, di samping sebagai kegiatan
yang menyehatkan.
Di Amerika, dansa menjadi bagian dari program pendidikan jasmani, karena dipandang sebagai
alat untuk membina perbendaharaan dan pengalaman gerak anak, di samping untuk
meningkatkan kebugaran jasmani serta pewarisan nilai-nilai. Meskipun menjadi bagian penjas,
dansa sendiri masih dianggap sebagai cabang dari seni. Kemungkinan bahwa dansa digunakan
dalam penjas terutama karena hasilnya yang mampu mengembangkan orientasi gerak tubuh.
Bahkan ditengarai bahwa aspek seni dari dansa dipandang mampu mengurangi
kecenderungan penjas agar tidak terlalu berorientasi kompetitif dengan memasukkan unsur
estetikanya. Jadi sifatnya untuk melengkapi fungsi dan peranan penjas dalam membentuk
manusia yang utuh seperti diungkap di bagian-bagian awal naskah ini.

http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:ybnDv2zqPCIJ:www.diecoach.com/pdf/2009071685/HAKEKAT-PENDIDIKAN-JASMANI.pdf+hakikat+pendidikan+jasmani+dan+olahraga&hl=en&pid=blsrcid=ADGEEShJvWmGOYo7nOxylXSwUsmqgEsugFdkDVE4DY1hSUDDb79IiHnxFs34H3lx_FYUzOWPEP17tz9DozeMrn1vL7QwSP26Nb5ijF49xUNf-AUqKsmxp-iWlmTSHjNZYwUqH9kuV08o&sig=AHIEtbQg4X5pXFcn7iMNKTkBp40ZvLlM9w

Tidak ada komentar:

Posting Komentar